Deprecated: htmlspecialchars(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in /home/h65459/tin.persagi.org/plugins/generic/citationStyleLanguage/CitationStyleLanguagePlugin.php on line 436
Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/h65459/tin.persagi.org/plugins/generic/citationStyleLanguage/CitationStyleLanguagePlugin.php:436) in /home/h65459/tin.persagi.org/plugins/generic/citationStyleLanguage/CitationStyleLanguagePlugin.php on line 651
Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/h65459/tin.persagi.org/plugins/generic/citationStyleLanguage/CitationStyleLanguagePlugin.php:436) in /home/h65459/tin.persagi.org/plugins/generic/citationStyleLanguage/CitationStyleLanguagePlugin.php on line 652
@article{PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI ERA DESENTRALISASI: PEMERINTAH DAERAH HARUS JADI PEMAIN_2023, volume={1}, url={https://tin.persagi.org/index.php/tin/article/view/166}, abstractNote={Munculnya kejadian gizi buruk beberapa waktu yang lalu cukup mengejutkan ketika pertumbuhan ekonomi bangsa ini sudah mulai membaik sejak ditimpa musibah krisis moneter. Media massa seringkali menyoroti sosok menteri kesehatan sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Mengapa menteri kesehatan? Bukankah sekarang sudah terjadi perubahan paradigma? Mengapa orang daerah tidak angkat bicara? Apa makna desentralisasi bagi orang daerah? Apa peran pemda? Bagaimana dengan keberadaan SKPG? Sederet pertanyaanpun muncul. Dilihat dari usianya, desentralisasi di Indonesia tergolong masih balita, baru empat tahun, sehingga beberapa kajianpun seringkali melontarkan kritik terhadap pemerintah pusat terutama komitmen seputar pelimpahan wewenang ke daerah. Sebut saja kebijakan penanganan keluarga miskin melalui PT Askes, perizinan rumah sakit, diterbitkannya standar pelayanan minimal yang disinyalir oleh sebagian pihak sebagai gejala re-sentralisasi. Walaupun demikian, Kepala Unit Desentralisasi Departemen Kesehatan Drs. Dwijo Suseno, Apt. di beberapa seminar nasional menegaskan bahwa pemerintah pusat tetap akan menempatkan desentralisasi sebagai prioritas. Oleh karena itu tinggal bagaimana daerah merespon. Dalam penanggulangan gizi buruk, pemerintah daerah harus menjadi aktor-intelektualnya, bagaimana mencegahnya, mau diapakan kasus tersebut dan sebagainya. Ironisnya, munculnya kasus gizi buruk seringkali dianggap aib, sehingga cenderung untuk ditutup-tutupi. Hal tersebut justru menjadi preseden buruk bagi upaya penanganan lanjut yang pada akhirnya balita ditemukan sudah dalam keadaan parah. }, journal={TEMU ILMIAH NASIONAL PERSAGI}, year={2023}, month={Jun.}, pages={482–485} }